Anak lahir dari pasangan suami istri yang komitmen bersama membangun keluarga bahagia. Masing-masing di antara keduanya memiliki kewajiban dan hak yang berbeda. Suami sebagai pemimpin keluarga, istri dan anak sebagai bagian keluarga yang dipimpinnya. Semuanya punya tanggung jawab untuk berperan mewujudkan visi keluarga yang disepakati bersama.
Sebagai kepala keluarga, suami punya kewajiban untuk menafkahi dan membiayai keluarga. Ia akan berjuang sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sandang, pangan dan papan. Pun jua dengan istri, ia bertanggung jawab menjaga amanah dan harta suami. Saat anak lahir, kini keduanya menjadi pasangan Ayah dan Ibu yang punya amanah baru untuk menjaga, membesarkan, mendidik, dan mengantarkannya menjadi anak shalih dan bermanaat.
Dalam proses pengasuhan dan pendidikan ini, tidak sedikit para Ayah yang menyerahkan sepenuhnya kepada sang istri, ibu dari anaknya. Dengan alasan sibuk bekerja, mencari nafkah ke sana ke mari, ia merasa tak ada waktu untuk membersamai anak dengan baik. Suami merasa cukup menjadi ayah yang ideal dengan bisa membawa materi dan memenuhi kebutuhan keluarga di rumah. Padahal sejatinya tidak demiakian.
Pengasuhan dan pendidikan yang baik dan benar adalah yang melibatkan keduanya, Ayah dan Ibu secara proporsional. Ada sisi kebutuhan anak yang hanya dapat dipenuhi oleh lelaki, sang ayah yang memiliki ketegasan dan pengambil keputusan di rumahnya. Sebagaimana juga ada sisi kebutuhan anak yang hanya dapat dipenuhi oleh perempuan, sang ibu yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Keduanya memiliki peran seimbang yang harus dihadirkan di tengah anak-anak.
Tidak mengherankan jika kita temukan permasalahan pada anak berawal dari keretakan hubungan Ayah dan Ibu, atau dari ketimpangan salah satu peran mereka dalam pengasuhan dan pendidikan di rumah. Terlebih ketika tidak ada sosok ayah atau yang mewakili, sosok lelaki yang menjadi rujukan keteladanan anaknya.
Dengan pemahaman yang salah di atas, di negeri ini banyak keluarga yang kehilangan sosok ayah dari rumah. Peran Ayah tidak lagi hadir sebagaimana mestinya. Sehingga anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang tak memiliki dan mewarisi karakter sang ayah sebagai pemimpin dalam keluarga. Ayah, dimanakah engkau berada? Kembalilah segera ke rumah!